Dan sudah barang tentu tidak bertujuan menyimbolisasikan apa-apa selain menyuguhkan fantasi aktivitas seksual yang badaniah itu sendiri, kendatipun fakta bahwa teks-teks demikian itu ada dan beredar secara sembunyi-sembunyi di tengah masyarakat mungkin bisa menyiratkan kenyataan tertentu di luar teks, semacam berlangsungnya represi moral yang terlampau berlebihan atas kehidupan seksual masyarakat, adanya kemunafikan sosial yang terpendam, serta pelecehan diam-diam atas nilai-nilai yang berlaku.
Pengarang juga tidak jarang menyebutkan secara eksplisit organ-organ anatomi manusia, dengan tujuan apalagi kalau bukan untuk membangkitkan syahwat pembacanya, dengan bahasa yang vulgar dan hiperbolis. Sehingga sempat beredar semacam joke, bahwa sesungguhnya pengarangnya sendiri malah belum pernah melakukan hubungan seks. Penggemarnya tidak hanya anak-anak SMP atau SMA yang memang secara alamiah mempunyai rasa penasaran yang tinggi tentang seks, namun juga di kalangan dewasa tanpa terkecuali.
Namun tentu saja seiring dengan perkembangan jaman, setelah maraknya internet, yang termasuk menjajikan kemudahan tanpa batas untuk mengakses pronografi, secara perlahan-lahan Enny Arrrow dan karya-karyanya mulai ditinggalkan penggemarnya. Dan hingga kini pun misteri di balik nama Enny Arrow tetap tidak terkuak. Pernah tersiar kabar, pada akhir tahun 2000 seseorang bernama Suwarto yang tertangkap polisi bersama-sama dengan ribuan kopi cetakan stensilan dianggap sebagai orang di belakang Enny Arrow, namun hingga sekarang tidak ada kabarnya.
Sekalipun diedarkan secara underground, namun novel-novel Enny Arrow ternyata sangat populer. Sebuah survei yang dilakukan majalah "Men's Health” edisi Indonesia pada tahun 2003 pernah mengungkapkan, membaca karya Enny Arrow/stensilan menjadi sumber pertama pengetahuan tentang seks pada 17,2 % respondennya.
Download