Membaca buku ini, terasa sekali nuansa penulisnya yang militer. Cukup banyak istilah militer tersebar di sana-sini, belum lagi tuturan pengalamannya yang khas tentara. Gaya bahasanya sebenarnya sudah dipoles, sehingga banyak menggunakan kutipan referensi ala tulisan akademisi. Tak heran, tulisan Kiki Syahnakri lumayan enak dibaca.
Tema-tema yang beraneka ragam dalam tulisannya yang memang ditulis terpisah-pisah sebagai opini di harian Kompas itu dikumpulkan dalam empat tema besar oleh editor. Dan dengan begitu, benang merahnya makin kental.
Secara garis besar, buku ini memuat pandangan penulisnya mengenai masalah-masalah kenegaraan, terutama yang terkait dengan pertahanan-keamanan. Sebagai tentara, yang bersangkutan berprinsip seperti diutarakan Jenderal Douglas Mc.Arthur: “ the old soldiers never die, they just fade away ” (p. 8,15). Tak heran, tulisan-tulisannya masih bersemangat bak mendengarkan perintah langsung darinya saat masih aktif.
Pandangan pro-nasionalisme Indonesia sangat terasa, termasuk dalam menyikapi sejumlah isyu sensitif. Sebutlah misalnya masalah MoU Helsinki (Memorandum of Understanding) antara pemerintah Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Kiki menyatakan, “MoU tersebut secara inheren mengandung substansi yang kontradiktif dan komplikatif dikaitkan dengan format kenegaraan serta fundamen kebangsaan kita.