Sistem pendidikan modern mengajarkan pentingnya kajian kritis dan objektif. Generasi kita diajari untuk bertanya dan menyanggah. Mereka juga diajari bahwa tak ada jabatan yang mustahil bagi perempuan. Sementara, masjid dan subkulturnya mengajari mereka agar tidak mempertanyakan tradisi keagamaan dan membatasi peran perempuan. Tak pelak, keimanan mereka terimpit dalam ruang penafsiran yang begitu sempit.
Tak punya hak untuk meragukan apa yang diyakini, mereka berontak. Mereka menggugat ketepercayaan hadis, peran akal, patriarki, dan budaya masjid. Mereka cenderung memilih larut dalam musik, film, teknologi, mode pakaian, hiburan, dan berita yang memberi mereka keleluasaan meragukan segala hal. Dan, mereka enggan mendekat ke masjid yang malah berjuang keras menjadi antitesis dari budaya tempat mereka hidup, belajar, dan bekerja.
Buku ini mengajak kita berbagi kegelisahan dengan para muslim yang tengah bergulat mempertahankan agama mereka. Bijaksana, masuk akal, dan masuk hati. Itulah kata-kata yang tepat untuk menggambarkan bagaimana Jeffrey Lang menanggapi gugatan-gugatan dan komentar. Ketulusannya menjawab memberikan banyak jalan keluar dari kebimbangan iman. Kehati-hatiannya menjaminkan kecermatan dan keluasan pertimbangan.
Buku ini mengajak kita berbagi kegelisahan dengan para muslim yang tengah bergulat mempertahankan agama mereka. Bijaksana, masuk akal, dan masuk hati. Itulah kata-kata yang tepat untuk menggambarkan bagaimana Jeffrey Lang menanggapi gugatan-gugatan dan komentar. Ketulusannya menjawab memberikan banyak jalan keluar dari kebimbangan iman. Kehati-hatiannya menjaminkan kecermatan dan keluasan pertimbangan.
Sungguh sebuah buku yang menyejukkan iman dan membangkitkan semangat berislam secara lebih kukuh dan mendalam. Juga menawarkan bagaimana berislam tanpa meninggalkan modernitas, beriman tanpa mengenyahkan sikap kritis, dan berakhlak tanpa kehilangan jati diri dan budaya sendiri.